VIVAnews - Dewan Energi Nasional (DEN) mensyaratkan tiga hal penting yang harus dipenuhi pemerintah jika tetap menjalankan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Tiga syarat itu yaitu aspek keselamatan dan lingkungan, pasrtisipasi publik, dan aspek subsidi oleh publik yang harus dipenuhi agar PLTN bisa lebih pro masyarakat.
”Perkembangan PLTN di dunia, termasuk kejadian di Jepang, menjadi pelajaran penting untuk Indonesia," kata Anggota DEN dari Unsur Pemangku Kepentingan/Pakar Lingkungan Hidup, Mukhtasor di Jakarta, Rabu, 30 Maret 2011.
Menurut Muhtasor, pemerintah harus menempatkan kepentingan publik sebagai prioritas tertinggi dalam rencana pembangunan PLTN. Terlebih lagi, masyarakat sebenarnya ikut membiayai program PLTN melalui dana yang ditanggung publik.
”Sesungguhnya publik telah memberi subsidi yang besar terhadap program PLTN. Sangat penting bahwa program PLTN perlu melibatkan partisipasi publik yang lebih besar, terutama dalam aspek keselamatan dan penilaian kelayakan teknologi dan lokasi PLTN”, kata Mukhtasor menegaskan.
Mukhtasor menjelaskan penyiapan infrastruktur PLTN, mulai dari penyiapan SDM, penelitian dan pengembangan, penyiapan kelembagaan sampai dengan studi kelayakan dibiayai oleh pemerintah dengan dana publik dari APBN. Padahal pembangunan dan pengoperasian PLTN secara komersial menurut UU Ketenaganukliran dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara, koperasi dan atau badan swasta.
Dengan langkah tersebut, DEN berharap kejadian ledakan PLTN di Fukushima Jepang dapat dihindari dan keakuratan serta keterbukaan informasi nuklir yang masih menjadi persoalan antara pemerintah dan operator PLTN dapat dihindari.
"Layak ataupun tidak pembangunan PLTN di Indonesia nantinya, kita semua harus berbesar hati. Tidak boleh ada yang ditutup-tutupi. Jangan ada kepentingan lain yang tidak relevan, termasuk kepentingan yang lebih berfihak pada keuntungan bisnis daripada publik,” kata Mukhtasor.
Di sisi lain, DEN juga mengingatkan standar kelayakan PLTN perlu ditingkatkan dengan memperhatikan keandalan teknologi PLTN dan kerawanan bencana di Indonesia.
Sesuai ketentuan perizinan reaktor yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43/2006 disebutkan reaktor nuklir komersial yang telah beroperasi 3 (tiga) tahun secara selamat dengan faktor kapasitas rerata minimal 75 persen digolongkan sebagai teknologi yang teruji. Karena itu ia dapat diberikan izin dibangun di Indonesia.
”Kecelakaan PLTN Jepang terjadi justru pada akhir umur desainnya. Bandingkan dengan kasus energi terbarukan. Dunia internasional saat ini telah berpengalaman mengoperasikan dengan sukses pembangkit listrik arus laut lebih dari 3 (tiga) tahun, dengan potensi bahaya minimal dan harga yang lebih murah daripada pembangkit berbahan bakar minyak. Itu saja masih tidak mudah masuk dan diterima di Indonesia. Ukuran teknologi teruji dalam pembangunan PLTN harus memberi jaminan keselamatan jauh lebih tinggi”, katanya memberikan penekanan.
Dalam hal biaya PLTN, Mukhtasor mengingatkan adanya beban biaya tersembunyi yang sebenarnya harus ditanggung oleh publik. Disamping dana APBN untuk penyiapan infrastruktur dan studi kelayakan PLTN, ada konsekuensi biaya yang tidak tampak namun ditanggung oleh publik.
Menurut Undang-undang Ketenaganukliran, pengusaha instalasi nuklir tidak bertanggungjawab terhadap kerugian nuklir yang disebabkan oleh kecelakaan nuklir yang terjadi karena bencana alam dengan tingkat luar biasa yang melampaui rancangan persayaratan keselamatan yang telah ditetapkan oleh BAPETEN.
”Jadi seumpama kasus Jepang ini terjadi di Indonesia, menurut hemat saya, kerugian kecelakaan nuklir ini akan ditanggung oleh dana publik. Ini tentu kurang mencerminkan istilah harga energi berdasarkan prinsip keenomian berkeadilan yang diatur dalam Undang-undang Energi.” ujar Mukhtasor menegaskan.
Pada bagian lain, sambung Mukhtasor, DEN kini tengah melakukan pemutakhiran Peraturan Presiden 05/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Pemanfaatan tenaga nuklir sebagai sumber pembangkit listrik (PLTN) merupakan salah satu program yang menjadi pembahasan dalam pemutakhiran KEN tersebut.
Thursday, March 31, 2011
Tiga Syarat Ketat Indonesia Bangun PLTN
Tiga Syarat Ketat Indonesia Bangun PLTN
RABU, 30 MARET 2011, 18:04 WIB
Syahid Latif, Iwan Kurniawan
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment